Jika Wajib Pajak yang tidak segera membayar utang pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki wewenang untuk melakukan penagihan aktif. Bentuk penagihan aktif ini adalah upaya penegakan hukum pajak dan merupakan pemberlakuan prinsip keadilan dalam pembayaran pajak.
Penjelasan mengenai penagihan aktif ini juga sempat dibahas dalam salah satu media sosial resmi DJP. “DJP memiliki wewenang untuk melakukan penagihan aktif terhadap utang pajak yang tidak dilunasi. Proses penagihan pun tidak sekali, melainkan melalui beberapa tahapan dari awal hingga tahap akhir” dikutip dari laman twitter resmi @DitjePajakRI.
Dalam melakukan penagihan aktif, tahapan dimulai dari dasar penagihan dalam bentuk:
- Surat Tagihan Pajak (STP)
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
- Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPKBT)
- Surat Keputusan Pembetulan (SK Pembetulan)
- Surat Keputusan Keberatan (SK Keberatan)
- Putusan Banding
- Putusan Peninjauan Kembali
yang diberikan ke Wajib Pajak yang sudah masuk pada waktu jatuh tempo yaitu satu bulan setelah terbit tidak diajukan permohonan angsuran/penundaan dan tidak melunasi hingga jatuh tempo. Setelah tujuh hari dari waktu jatuh tempo tersebut, maka DJP akan mengeluarkan Surat Teguran.
Kemudian 21 hari setelah Surat Teguran diterbitkan, Jurusita akan mengeluarkan Surat Paksa (SP) secara langsung apabila Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajak. Apabila hingga batas waktu SP Wajib Pajak belum melunasi utang pajak maka setelah 2×24 jam akan diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP). Lain halnya apabila Wajib Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan maka Jurusita akan menerbitkan Surat Pencabutan Sita.
Apabila setelah empat belas hari SPPM terbit dan Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajak, Jurusita akan melakukan pengumuman lelang dan dua minggu kemudian dilakukan pelelangan setelah diterbitkannya pengumuman lelang.